Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sejarah Kabupaten Jombang

Penemuan fosil Homo Mojokertensis di lembah Sungai Brantas menunjukkan bahwa seputaran wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang diduga telah dihuni sejak ribuan tahun yang lalu. Pada tahun 929 Masehi menurut berita prasasti Turnyan yang ditemukan secara in situ (masih berada di tempat pertama kali ditemukan), Mpu Sindok peletak Dinasti Isyana atau Isyana Wangsa di Jawa Timur telah memindahkan ibukota kerajaannya ke Tamwlang. Letak Tamwlang ini diduga di daerah Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang. Kemudian pada tahun 937 Masehi menurut berita prasasti Anjuk Ladang, Nganjuk, ibukota tersebut dipindah oleh Raja Dharmawangsa Teguh ke Watugaluh. Watugaluh ini diduga sekarang adalah Desa Watugaluh di wilayah Kecamatan Diwek, Jombang.3
Tahun 1006 Masehi, sekutu Sriwijaya dari kerajaan Wora-wari (letak kerajaan ini mungkin sekitar Ponorogo) menghancurkan ibukota Kerajaan Mataram Hindu Medang dan menewaskan Raja Dharmawangsa Teguh. Airlangga, sang menantu putera Raja Udayana Bali yang ketika itu masih sangat muda, berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh. Bukti petilasan sejarah Airlangga ketika menghimpun kekuatan kini dapat dijumpai di Sendang Made, Kecamatan Kudu. Tahun 1019, Airlangga mendirikan kerajaan baru yang wilayahnya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali.

Tahun 1042 Masehi, Airlangga turun tahta dan membagi dua kerajaannya. Sebelah barat disebut Kadiri (Kediri) dengan ibukotanya yang baru yakni Daha. Sedangkan di sebelah timur disebut Janggala dengan ibukotanya yang lama yakni Kahuripan. Bila melihat peta perkembangan kekuasan Dinasti Airlangga maka tidak mengherankan bila ketika itu Jombang sudah menjadi lalu lintas yang kerap dilalui.
1293-1500 Masehi, ditandai dengan berkuasanya Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir di Semenanjung Malaya. Kerajaan Majapahit tercatat sebaga sal ah satu Negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kemudian data etnografi yang menyisir seberapa akurat cerita babad, mitos, dan legenda menjadi rujukan penting bagi Hari Kelahiran kota.
Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini disebut sebagai Kabupaten Jombang merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang, sedang gapura selatan adalah Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng. Hingga sekarang banyak dijumpai nama-nama desa atau kecamatan yang diawali dengan prefiks “mojo”, di antaranya .Mojoagung, Mojowarno, Mojojejer, Mojotengah, Mojongapit, dan sebagainya. Salah satu peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di Kecamatan Bareng.
Sehubungan dengan merosotnya Kerajaan Majapahit, Agama Islam mulai berkembang di kawasan ini, di mana penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan surutnya pengaruh Mataram, kolonialisasi Belanda menjadikan Jombang sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian sebagai bagian dari Hindia Belanda. Etnis Tionghoa juga berkembang; Kelenteng Hong San Kiong di Gudo (konon didirikan pada tahun 1700) yang masih berfungsi hingga kini. Sampai sekarang masih ditemukan di sejumlah kawasan di Jombang yang mayoritas penduduknya adalah etnis Tionghoa dan Arab.
Ini menjelaskan posisi Jombang sebagai daerah kota raja yang diperhitungkan sejak jaman Kerajaan Majapahit. Sebaliknya, karena menjadi pusat perkotaan maka ada konsekuensi yang muncul dalam dinamika kehidupan masyarakat Jombang. Sejak jaman dahulu Jombang menjadi wilayah yang terbuka dalam menerima semua unsur perdagangan dan kebudayaan yang masuk dari luar. Baik itu melalu kehidupan agrarisnya maupun melalui peran-peran perguruan-perguruan dan padepokan-padepokan. Dan bukan unsur-unsur dari dalam Pulau Jawa saja tetapi juga meliputi aspek-aspek dari luar Jawa.
Mengingat kekuasaan Majapahit saat itu terbentang dari Sumatra, Semenjanjung Malaya, Kalimantan, Bali bahkan sampai ke Phlipina. Inilah yang menjadi dasar historis kenapa kehidupan Jombang sangat majemuk.
Memasuki abad ke-14, pengaruh Majapahit berangsur-angsur melemah karena kerap teijadi perang saudara. Sementara pedagang-pedagang muslim dan para penyebar Agama Islam mulai memasuki nusantara. Memang pada kitab Nagarakertagama tidak menyebutkan tentang keberadaan Islam. Tetapi nampaknya pada waktu itu sudah ada keluarga Kerajaan Majapahit yang beragama Islam. Dalam tempo singkat, Agama Islam diserap oleh masyarakat. Karena siar Agama Islam dilakukan dengan cara yang sangat mentolelir kebudayaan awal. Bahkan termasuk kebudayaan di luar Jawa. Di bagian barat nusantara muncullah sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Agama Islam, yaitu Kesultanan Malaka. Yang kemudian disusul kesultanan-kesultanan Islam lainnya seperti Demak, Pajang dan Mataram. Kesultanan-kesultanan ini berusaha mendapatkan legitimasi politik atas kekuasan mereka melalui hubungan dengan Kerajaan Majapahit. Maka ketika kekuasaan Kerajaan Majapahit runtuh, Jombang menjadi bagian Kerajaan Mataram Islam. Pada abad ke-17, pengaruh Mataram melemah. Kolonialisasi Belanda menjadikan Jombang bagian dari VOC yang kemudian menjadi bagian dari Hindia Belanda.8
Tahun 1811, didirikanlah Kabupaten Mojokerto, di mana meliputi pula wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang. Jombang merupakan salah satu residen di dalam Kabupaten Mojokerto. Bahkan Trowulan (di mana merupakan pusat Kerajaan Majapahit), adalah masuk dalam kawedanan (onderdistrict afdeeling) Jombang.
Sekitar tahun 1900 penyebaran Agama Kristen yang dilakukan pendeta-pendeta dari Belanda dan daratan Eropa telah mendorong percepatan jumlah pengikut Agama Kristen, khususnya di wilayah Jawa Timur. Daerah Mojowamo, Jombang menduduki basis terbesar di wilayah karesidenan Surabaya dengan jumlah jemaat mencapai 4.528 jiwa, mengungguli wilayah Kediri dan Madiun 2.085 penganut, serta Swaru (Pasuruhan) sekitar 1.956 umat Kristiani. Ini sekaligus membuktikan betapa warga di wilayah Kabupaten Jombang sangat pluralis dan menjunjung tinggi toleransi dalam kebhinekaan.
Masa pergerakan nasional, wilayah Kabupaten Jombang memiliki peran penting dalam menentang kolonialisme. Beberapa putera Jombang merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, seperti K.H. Hasyim Asy’ari (salah satu pendiri NU dan pemah menjabat sebagai ketua Masyumi) dan K.H. Wachid Hasyim (salah satu anggota BPUPKI termuda, serta Menteri Agama RI pertama). Undang-undang Nomor 12 Tahun menurut berbagai kisah, Candi Arimbi dibangun sebagai tempat perabuan Tribhuwanatunggadewi yang merupakan penjelmaan dari Dewi Parwati.
Selain itu, dalam kisahnya yang lain di Wonosalam, Wallace selain mengumpulkan berbagai jenis spisemen ayam hutan dan berbagai burung, utamanya burung merak, juga mengunjungi kebun-kebun kopi. Dan sampai sekarang, kopi tetap menjadi salah satu komoditas perkebunan utama petani di Wonosalam, selain cengkih dan kakao serta berbagai jenis durian utamanya durian bido.
Entah bagaimana keadaan kebun-kebun kopi di Wonosalam ketika itu. Kemungkinan kebun-kebun kopi dibangun bersamaan dengan kebijakan tanam paksa, yaitu pada masa Gubemur Jenderal Johannes van Den Bosch berkuasa pada pertengahan abad ke-18. Apalagi kawasan Mojowarno, kawasan barat daya dan berdekatan dengan Wonosalam, pada abad 18 merupakan pusat kebudayaan kolonial Belanda, yang tentu saja segala kebijakan kolonial akan “terpancar” ke sekitarnya. Jejak peradaban kolonial Belanda di Mojowarno hingga saat ini pun masih terlihat dengan peninggalan bangunan- bangunan rumah tua dan gereja-gereja, termasuk peninggalan Pabrik Gula Tjoekir di barat Mojowarno.
Tahun 1900-an, sekitar 40 tahun semenjak kedatangan Wallace atau sekitar awal perusahaan-perusahaan kolonial Belanda mulai menata dan membangun kembali perkebunan kopi di Wonosalam dengan sistem sewa lahan dengan “merayu” dan “memelihara” kalangan elite penguasa lokal. Perkebunan dicetak terutama di kawasan tinggi di lereng Gunung Anjasmoro, mulai dari Dusun Segunung (Desa Carangwulung) hingga berderet ke selatan sampai Dusun Sumbeijahe dan Sumberarum (Desa Sambirejo).
Tahun 1920an-awal di Dusun Segunung sejak awal sudah dibangun pabrik pengolah kopi. Bangunan ini bertahan hingga awal tahun 2000-an sebelum diruntuhkan oleh pemilik tanah saat ini.
Eksotisme Jombang selain yang terlukiskan dalam kunjungan Alfred Wallace di atas, berbagai macam obyek wisata di Jombang juga tak kalah menariknya jika dibandingkan dengan kabupaten lain. Seperti Goa Sigolo-golo, Sumber Boto, Kedung Cinet, Sumber Penganten, Goa Sriti, Sendang Made, Air Terjun Tretes, dan lain-lain.
20 Maret 1881, Jombang secara resmi memperoleh status kabupaten, dengan memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto.
Tahun 1920, Kabupaten Jombang baru mempunyai seorang Bupati yaitu Raden Adipati Arya Soeroadiningrat sebagai Bupati Jombang pertama. Hingga sampai dengan periode 2009- 2013, Kabupaten Jombang diteruskan dan dijalankan dengan gemilang beserta segala persoalannya oleh Bupati Suyanto.

Sumber : http://jawatimuran.wordpress.com/category/sejarah/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar